Blogger Widgets ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI

Kasus Prostitusi Online

Kasus Penyadapan

Kasus Gambling

Kasus Pencemaran Nama

Kasus Penipuan Melalui Media Jejaring Sosial

Jumat, 10 April 2015

Kasus 9 Perjudian Online

Kasus 9 Perjudian Online

Seorang agen judi online digerebek polisi di kawasan Tangerang, Banten. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Didik Sugiarto mengatakan tersangka bernama Rotes Tarigan berumur 35 tahun.
"Ini levelnya sebagai agen. Dia mengumpulkan taruhan dari para pemain, kemudian dia serahkan ke bandarnya," ujar Didik dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/3/2015).
Tersangka diamankan dalam penggerebekan di Jalan Adi Sucipto, Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda, Kota Tangerang pada Kamis 12 Maret 2015. "Tersangka mengoperasionalkan judi online yang diselenggarakan situs www.sbobet.com,”  ungkap Didik.
Sementara itu Kanit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Handik Zusen mengungkapkan tersangka‎ menerima taruhan dari para pemain yang dikirim via pesan singkat atau SMS. Kemudian taruhan itu diinput ke dalam sistem judi online sbobet.com.
Berdasarkan keterangan sementara dari tersangka, bisnis judi online tersebut telah beroperasi sekitar 2 tahun. Dalam satu bulan, omzet yang dicapai bisa ratusan juta rupiah.
"Dia setorkan uangnya ke bandarnya. Ia hanya mendapatkan komisi saja. Sementara bandarnya masih kita buru," ungkap Handik.
Dari pengerebekan bisnis judi online itu, polisi menyita 2 handphone, 1 laptop, 1 modem, 1 bundel rekapan judi, 1 buah kartu ATM, dan 81 buku tabungan bank. (Ans)
Penyelesaian para pelaku dikenakan Pasal 27 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.” Para pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kasus 8 Bisnis Prostitusi Online

Kasus 8 Bisnis Prostitusi Online
                                              
Layanan jasa prostitusi via online semakin marak di tengah masyarakat akhir-akhir ini. Pelaku bisnis haram ini sudah semakin canggih dalam menjalankan bisnis esek esek tersebut.  Ini terbukti, belum lama ini, Polrestabes Surabaya mengungkap bisnis prostitusi yang dilakukan melalui internet. Kali ini, giliran Subdit Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Jatim membongkar kasus prostitusi via online tersebut.
Kasubdit Renakta AKBP Heru Purnomo mengataan, pihaknya berhasil mengungkap jasa layanan prostitusi via online yang dilakukan antar pulau. Dari pengungkapan tersebut, pihaknya berhasil mengamankan satu orang tersangka, yang diduga adalah seorang mucikari (germo). Pelaku yang diamankan berinisial SG (25), warga Tegalsari, Surabaya. Tersangka ini memiliki peran, yang mencarikan konsumen terhadap para para pekerja seks (PSK) tersebut.
"Modus dari pelaku,dengan menawarkan gadis-gadis itu melalui online dan via Blackberry Massenger (BBM). Setelah terjadi kesepakatan harga,maka di tentukan lokasi hotel untuk transaksi," tuturnya, Selasa (19/8/2014).
Heru menambahkan, saat ditangkap, pelaku bersama dengan dua orang gadis asal Malang, sedang melakukan transaksi di sebuah hotel kawasan Kencana Sari, Surabaya. Dari penangkapan tersebut, petugas pun melakukan pemeriksaan, bahwa satu kali transaksi tarifnya antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Namun harga tersebut tidak menjadi patokan, karena menurut keterangan PSKnya, terkadang si konsumen memberikan uang lebih.
Dari tarif tersebut, si germo mendapatkan bagian 30 persen dari harga yang sudah disepakati. Wanita yang digunakan dalam layanan esek-esek ini, berasal dari beberapa kota, seperti Malang, Bandung, Jakarta dan kota lainnya.
"Untuk harganya variatif, karena memang prostitusi khusus melayani lelaki kelas menengah, dengan tarif antara Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 untuk sekali booking,"ujarnya.
Dari hasil penangkapan, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa, dua lembar bukti pembayaran penyewaan kamar hotel, lima buah ponsel dan uang tunai Rp 1,5 juta, dan 1 kondom bekas terpakai. Dari tindakan tersebut, pelaku dijerat dengan pasal 296 KUHP dan atau pasal 506 KUHP.
Sementara itu, pada kasus lain dengan motif sama, Sat Reskrim Polrestabes Surabaya tengah menginvestigasi kasus seorang mucikari yang diringkus di salah satu hotel Jalan. Kedungsari Surabaya, yakni Galuh Pratama alias Papi Piesank (24) yang menyediakan PSK, yang dilakukan melalui sistem online.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sumaryono mengatakan pihaknya masih memburu beberapa pelaku lain yang masuk dalam jaringan Galuh tersebut. Sedangkan wanita yang tertangkap saat penggrebekan, sudah dipulangkan ke Bandung. Tetapi, yang bersangkutan harus wajib lapor.
"Kami masih mengembangkan perkara ini dan memburu pelaku lainnya," ungkapnya.
Sumaryono menerangkan, jaringan Galuh ini bukanlah jariangan biasa. Mereka adalah jaringan komonitas. Karena antara papi satu dengan papi lainnya terhubung dan masuk dalam akun www.kimcil.com, yang mana akun tersebut menyediakan jasa esek-esek.
"Dalam akun tersebut, tersangka berkenalan dengan papi lain di seluruh Indonesia. Ini bertujuan, untuk menyediakan jasa PSK dan bisa saling tukar "Ayam" atau anak buah,  Yang nantinya, bisa ditawarkan ke pria hidung belang ," kata Sumaryono.
Selain memburu para Papi yang lain, Sumaryono mengatakan pihaknya masih belum bisa menjerat administrator atau pengelola akun tersebut karena mereka mangendalikan sendiri. Menurutnya akun tersebut awalnya hanya untuk meng-upload foto dan video porno. Seiring berkembangnya dan makin banyak member akun berubah fungsi untuk penyidiaan jasa esek-esek.
"Kami sudah berkoordinasi dengan mengirim surat ke Kementrian Informatikan dan Komunikasi (Keminfokom), utuk mengeblok akun tersebut," tandas Sumaryono.
Penyelesaian pada kasus ini berdasarkan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 27 ayat 1 “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kasus 7 Penipuan Melalui Jejaring Sosial Facebook

Kasus 7 Penipuan Melalui Jejaring Sosial Facebook

Pelaku penipuan lewat jejaring sosial Facebook dibekuk korbannya sendiri. Adalah Hendi Ardian alias Jerico (28) yang ditangkap korban, Eko Heri Trimurhandani (35), warga Desa Proto, Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan.
Trimurhandani menangkap Jerico saat pelaku penipuan itu sedang bersantai di salah satu pusat perbelanjaan di Semarang, Senin (12/8/2013), setelah melakukan pelacakan selama beberapa hari.
Korban kemudian meminta tolong petugas keamanan di pusat perbelanjaan untuk selanjutnya melapor ke Polrestabes Semarang. Menurut Trimurhandani, Jerico menjanjikan bisnis di bidang perhotelan tanpa modal.
Trimurhandani yang berprofesi sebagai petugas keamanan di Pulau Bali tersebut tergiur tawaran Jerico yang dikenal lewat Facebook.
"Kenal lewat Facebook, lalu berhubungan lewat telepon," jelasnya. Keduanya sepakat bertemu di Pekalongan untuk membicarakan tawaran investasi itu.
Jerico sempat mengajak Trimurhandani berkeliling ke sejumlah hotel di Pekalongan yang diakui sebagai bagian dari program pemasaran. Saat pertemuan di hotel itu, pelaku membawa kabur sepeda motor, 3 unit telepon seluler serta sejumlah uang miliknya.
"Katanya mau pinjam sepeda motor, tetapi ternyata tidak kembali lagi," katanya.
Korban berhasil melacak pelaku melalui salah satu telepon seluler yang dibawa kabur pelaku. "Posisi terakhir terlacak di Semarang. Saya dibantu seorang teman untuk mencari di Semarang," ujar Trimurhandani. (Ant/Riz)
Penyelesaian pada kasus ini berdasarkan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 28 ayat 1 “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi Elektronik.” Pelaku dipenjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kasus 6 Penipuan Melewati Media Elektronik

Kasus 6 Penipuan Melewati Media Elektronik

Pada bulan Maret 2015 ini telah terjadi penipuan mendapatkan uang yang di dapat melalui media elektronik yaitu melewati SMS. Terkadang setiap orang mendapatkan SMS yang mneyatakan bahwa dia mendapatkan uang puluhan juta dari orang yang tidak bertanggung jawab. Contoh dari SMS tersebut adalah “Kami dari BRI menyampaikan Bahwa Anda telah terpilih mendapat cek 27 juta Kode Triple Cek Anda 02599875. Klik website www.pestabankbri.co.vu”. Sedangkan pemilik handphone tidak memiliki kartu ATM tersebut. Jelas sekali bahwa ini adalah penipuan yang dilakukan oleh pihak yang ingin mengambil keuntungan. Terkadang sering sekali jika kita mendapatkan SMS tersebut pulsa kita terambil sedangkan kita tidak memakainya. Hal ini jarang dilaporkan kepada pihak berwajib dan sering kali sulit untuk mendapatkan bukti yang cukup kuat. Sehingga para Cybercrime yang melakukannya akan tetap terus melakukan kejahatannya karena dari pihak berwaib belum tegas dalam mengurusi para Cybercrime.
Penyelesaiannya dikenakan Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 Pasal 28 ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Atas penipuan diatas dikenakan tindak pidana dengan kurungan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

Kasus 5 Tentang Penyadapan

Kasus 5 Tentang Penyadapan

Pada bulan Maret 2015 ini telah terjadi penyadapan terhadap pemerintah Indonesia. Mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward Snowden mengungkapkan, dua operator besar di Indonesia diduga telah dimata-matai badan intelijen negara asing. Badan intelijen Selandia Baru (GCSB) bekerja dengan badan intelijen Australia (ASD) dalam memata-matai perusahaan telekomunikasi Indonesia, termasuk Telkomsel dan Indosat. Kedua badan intelijen itu, kemudian menyusup ke jaringan operator Indonesia untuk 'menguping' segala percakapan pada sejumlah pejabat Indonesia sejak tahun 2009.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Budiyatna, mengatakan disadapnya Telkomsel oleh Australia untuk mengincar Jokowi. "Ini pasti ada sesuatu, dan mengincar Jokowi. Bisa-bisa dibongkar itu borok-boroknya Jokowi ke mata publik," kata Budiyatana saat dihubungi. Menurut Budi, kasus penyadapan ini dicurigai ingin menjatuhkan Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai pimpinan Negara. "Ini jelas ada skenario untuk menjatuhkan Jokowi. Jelas sekali terlihat, jika sasaran Australia adalah Jokowi," ungkap Budi. Diketahui dalam dokumen Snowden, ditulis negara Pasifik yang tercatat disadap yakni Fiji, Samoa, Kepulauan Solomon, dan Polynesia Prancis. GCSB disebut-sebut menyadap komunikasi melalui surat elektronik, panggilan telepon dan ponsel, pesan media sosial dan jalur komunikasi lainnya. Snowden juga menyebut, salah satu agen GCSB bekerja dengan badan intelijen Australia (ASD) dalam memata-matai perusahaan telekomunikasi Indonesia.
Penyelesaiannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda paling banyak sebesar Rp. 800.000.000,-

Kasus 4 Tentang Penipuan Penjualan Online

Kasus 4 Tentang Penipuan Penjualan Online

Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat. "FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy. Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR.
Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD.
Penyelesaiannya adalah atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang berbunyi ;
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
          Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.

Kasus 3 Tentang Pencucian Data Kartu Kredit

Kasus 3 Tentang Pencucian Data Kartu Kredit

Jangan lengah ketika anda melakukan pembayaran dengan kartu kredit. Seorang kasir gerai kopi Starbucks di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan membobol ratusan data kartu kredit. Akibatnya, dua bank swasta di Indonesia merugi ratusan juta rupiah. Tersangka berinisial DDB (26). Pemuda ini kini diamankan unit Cyber Crime Direskrimsus Polda Metro Jaya. Tersangka ditangkap pada awal Juli 2010 di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Kasus ini terungkap berawal dari laporan nasabah kartu kredit yang merasa tidak melakukan sejumlah transaksi dengan kartu kreditnya. Nasabah itu menduga kartu kreditnya telah dibobol orang. Polisi kemudian melakukan penyelidikan. Tersangka diketahui kerap berpindah-pindah pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya sebagai kasir.
Dengan profesinya, dia manfaatkan untuk kejahatan pencurian data kartu kredit. Salah satunya, ketika dia bekerja di gerai kopi terkenal Starbucks dengan mengumpulkan struck pembayaran. Dari tersangka polisi menyita barang bukti berupa 32 struk pembayaran di kasir Starbucks di Jalan MT Haryono 15 kardus pengiriman iPod Nano dari Apple Store, 1 kardus iPod Pad, 18 invoice pengiriman barang serta satu set komputer dan handphone. Tersangka kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan atau 378 KUHP tentang penipuan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman pidana di atas 4 tahun penjara.