Kasus 5 Tentang
Penyadapan
Pada bulan Maret 2015 ini telah
terjadi penyadapan terhadap pemerintah Indonesia. Mantan kontraktor Badan
Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward Snowden mengungkapkan, dua
operator besar di Indonesia diduga telah dimata-matai badan intelijen negara
asing. Badan intelijen Selandia Baru (GCSB) bekerja dengan badan intelijen
Australia (ASD) dalam memata-matai perusahaan telekomunikasi Indonesia,
termasuk Telkomsel dan Indosat. Kedua badan intelijen itu, kemudian menyusup ke
jaringan operator Indonesia untuk 'menguping' segala percakapan pada sejumlah
pejabat Indonesia sejak tahun 2009.
Pengamat
politik Universitas Indonesia (UI), Budiyatna, mengatakan disadapnya Telkomsel
oleh Australia untuk mengincar Jokowi. "Ini pasti ada sesuatu, dan
mengincar Jokowi. Bisa-bisa dibongkar itu borok-boroknya Jokowi ke mata
publik," kata Budiyatana saat dihubungi. Menurut Budi, kasus penyadapan
ini dicurigai ingin menjatuhkan Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai
pimpinan Negara. "Ini jelas ada skenario untuk menjatuhkan Jokowi. Jelas
sekali terlihat, jika sasaran Australia adalah Jokowi," ungkap Budi.
Diketahui dalam dokumen Snowden, ditulis negara Pasifik yang tercatat disadap
yakni Fiji, Samoa, Kepulauan Solomon, dan Polynesia Prancis. GCSB disebut-sebut
menyadap komunikasi melalui surat elektronik, panggilan telepon dan ponsel,
pesan media sosial dan jalur komunikasi lainnya. Snowden juga menyebut, salah
satu agen GCSB bekerja dengan badan intelijen Australia (ASD) dalam
memata-matai perusahaan telekomunikasi Indonesia.
Penyelesaiannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
Pasal 40 UU
Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan
penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam
bentuk apapun.
Pasal 31
ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan /
atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen
elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan
apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau
penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang
ditransmisikan.
Ancaman
pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU
Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE
yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda paling banyak sebesar Rp.
800.000.000,-
0 komentar:
Posting Komentar